JT – Wakil Presiden Direktur PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN), Bob Azam, menegaskan bahwa seluruh teknologi yang mampu menurunkan emisi perlu diadopsi guna mempercepat target pengurangan emisi karbon sebanyak 41 persen pada tahun 2030. Bob menyampaikan hal ini dalam sebuah diskusi yang digelar di kawasan Kebayoran, Jakarta, Rabu (23/10) malam.
"Untuk mencapai target 2030, supaya emisi bisa turun secepat yang diharapkan, semua teknologi harus dilakukan. Sepanjang teknologi itu bisa menurunkan emisi, bukan menolkan, tapi menurunkan, itu jauh lebih kritis dan penting," ujar Bob.
Baca juga : Rose BLACKPINK Kembali Tampil di The Kelly Clarkson Show
Bob menambahkan, meskipun teknologi yang tersedia belum mampu mencapai nol emisi, prioritas utama tetap pada teknologi yang dapat menurunkan emisi secara signifikan. Menurutnya, transisi energi tidak harus sepenuhnya berbasis pada energi bersih yang nol emisi, namun teknologi yang mampu memberikan kontribusi pengurangan emisi patut diperhitungkan.
Sebagai contoh, penggunaan gas meski tidak nol emisi, mampu menurunkan emisi hingga 60 persen. Begitu juga dengan penggunaan biomassa yang meskipun menghasilkan karbon dan metana, masih memiliki peran penting dalam menurunkan emisi secara keseluruhan.
Bob juga menyoroti perlunya mengadopsi pendekatan realistis dalam pengurangan emisi. “Kalau teknologi tersebut bisa menurunkan emisi, kenapa kita tidak pakai? Tidak semua teknologi harus mencapai net zero,” jelas Bob.
Baca juga : Miley Cyrus Menangis Haru Saat Dinobatkan Sebagai Legenda Disney di D23
Ia pun mengingatkan bahwa beberapa negara yang terlalu fokus pada industri hijau mengalami dampak negatif pada ekonomi mereka, kondisi ini disebutnya sebagai greenflation atau inflasi hijau. Salah satu contoh yang ia paparkan adalah Prancis, yang meskipun 70 persen energinya berasal dari nuklir, masih menghadapi hambatan ekonomi akibat penekanan yang terlalu besar pada industri hijau.
Dalam kesempatan tersebut, Bob juga menekankan bahwa Indonesia harus mengambil manfaat dari transisi energi global ini. Ia menunjuk Brasil sebagai contoh sukses dalam pemanfaatan bioetanol sebagai sumber energi alternatif. Menurutnya, bioetanol tidak hanya berdampak positif pada penurunan emisi, tetapi juga pada peningkatan ekonomi petani lokal.