JT — Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menyoroti perkembangan pesat penggunaan Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS), namun menekankan perlunya optimalisasi di luar wilayah Jawa. Wakil Ketua Umum Bidang Komunikasi dan Informatika Kadin, Firlie H Ganinduto, menyatakan bahwa meskipun QRIS semakin populer di luar Jawa, banyak kendala yang harus diatasi.
Firlie mengungkapkan bahwa masalah fundamental terletak pada ketersediaan infrastruktur, khususnya konektivitas internet.
Baca juga : DPR Desak Pemerintah Kurangi Ketergantungan Impor Pangan
“Hampir seluruh daerah di Indonesia sudah terjangkau sinyal HP, tapi terkait kecepatan internet atau konektivitas di seluruh daerah harus merata. QRIS itu butuh kecepatan internet yang bagus,” ucapnya.
Tantangan lainnya adalah rendahnya tingkat literasi masyarakat terkait QRIS. Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), tingkat literasi QRIS masih sekitar 30 persen, jauh di bawah tingkat literasi keuangan Indonesia yang mencapai 90 persen.
Firlie mendorong institusi keuangan daerah seperti Bank Perekonomian Rakyat (BPR) dan Bank Pembangunan Daerah (BPD) untuk lebih aktif dalam sosialisasi QRIS dan berharap pemerintah daerah menggandeng pelaku financial technology (fintech) untuk memperluas jangkauan QRIS.
Baca juga : Komisi IX DPR Kecam Kekerasan Seksual oleh Dokter PPDS di RSHS Bandung
Selain itu, Firlie juga meminta pemerintah untuk memperkuat keamanan siber dalam transaksi digital.
“Keamanan digital bukan hanya tanggung jawab Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) atau Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) saja, tapi juga penyedia jasa pembayaran QRIS dan pengguna,” ujarnya, menyoroti meningkatnya kasus penipuan yang melibatkan QRIS.